Talak Dengan Ungkapan Kinayah

Pertanyaan:

Assalammualaikum wr, wb.

Saya saat ini mempunyai suatu problem terhadap rumah tangga saya, Saya adalah seorang istri yang bekerja di suatu Perusahaan, sedangkan suami seorang Angkatan Laut. Selama ini suami saya punya ego yang cukup tinggi, dan tidak bisa menerima alasan orang, Otoriter adalah kata yang tepat, hal itu mungkin terbawa karena pekerjaan suami saya adalah seorang Tentara.

Pada suatu pertengkaran (Topik permasalahan adalah Suami saya ingin saya berhenti bekerja) sempat suami saya mengucapkan kata “Sampean tinggal saja sama orang tua sampean selamanya gak usah pulang” , saya sempat Mengingatkan kalau ngomong yang hati2 karena itu bisa jadi Talak, malah suasana memanas dan terucap lagi kata ” Kalau gak lihat anak tak talak sampean”. Saya langsung menangis begitu juga dengan Beliau, langsung kami tanya kepada salah seorang kerabat yang banyak tahu tentang Agama, Tapi katanya hal itu belum jatuh talak, masih diambang talak, tapi saya belum yakin dengan jawaban itu dan untuk itu saya ingin mencari jawaban yang lebih baik agar tiddak terjadi kesalahan dalam hidup kami.

Thx & Wassalam

Jawab:

Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:

Untuk menjawab pertanyaan Anda, barangkali perlu kami jelaskan selintas tentang masalah talak dan hukumnya di dalam Islam, sebagai berikut.

Talak adalah sebuah istilah yang berarti pemutusan tali ikatan sebuah pernikahan yang sah dalam hukum Islam. Dan hak menjatuhkan talak diberikan kepada suami, dan tidak kepada istri, tentu berdasarkan berbagai alasan dan hikmah, yang kita ketahui atau yang tidak kita ketahui.

Dan suami bisa – dengan alasan syar’i yang dibenarkan –  menjatuhkan talak atas istri sahnya dengan kata-kata sharih (jelas dan tegas) seperti kata talak, atau kata cerai, atau kata pegat (dalam bahasa Jawa) atau kata-kata dalam bahasa lain yang merupakan padanan dari kata talak dan cerai secara langsung. Sebagaimana ia juga bisa menjatuhkan talak dengan menggunakan kata-kata kinayah (sindiran yang tidak memberikan arti talak secara jelas dan langsung), seperti misalnya kata-kata suami kepada istrinya: “kita pisah saja” atau “pulanglah ke rumah orang tuamu”, atau “sudah, kita tidak perlu bersama lagi” dan lain-lain yang tidak memberikan arti dan makna talak atau cerai secara jelas dan tegas.

Jika yang diucapkan seorang suami adalah kata-kata yang bermakna talak secara sharih, maka hukum talak otomatis jatuh meskipun diucapkan secara gurau dengan tanpa adanya niat benar-benar mentalak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Ada tiga hal dimana sungguh-sungguh-nya adalah sungguh-sungguh, dan main-main-nya adalah juga menjadi sungguh-sungguh, yaitu: nikah, talak dan rujuk”. Adapun jika yang diucapkan adalah kata-kata kinayah, maka hukum talak jatuh jika memang diniatkan talak, dan tidak jatuh talak jika tanpa niat benar-benar  mentalak.

Nah, dengan demikian, ungkapan-ungkapan yang diucapkan oleh suami Anda itu, adalah termasuk dalam kategori yang kedua, yakni ungkapan secara kinayah/sindiran tidak langsung. Dimana selama tidak diucapkan dengan niat benar-benar mentalak dan menceraikan, maka berarti talak belum jatuh, dan Anda berdua tetap sah sebagai suami isteri.

Namun ada dua hal yang ingin kami ingatkan disini. Pertama, meskipun tidak membuat talak otomatis jatuh, tapi ungkapan-ungkapan yang nyerempet-nyerempet bahaya seperti itu, sebisa mungkin wajib dihindari. Karena jika seorang suami biasa mengucapkan kata-kata seperti itu, sangat boleh jadi sewaktu-waktu kata-kata talak atau cerai secara jelas dan tegaspun bisa saja terucapkan. Dan jika itu terjadi, dan memang sudah seringkali terjadi, maka hukum talak akan jatuh secara otomatis, dalam kondisi dan dengan niat apapun kata-kata itu diucakan, sebagaimana yang telah kami jelaskan diatas.

Kedua, sangat penting sekali Anda berdua, terutama Anda dalam masalah ini secara khusus, untuk – dalam suasana baik dan tenang – mengintrospeksi diri dan mengevaluasi faktor, kondisi dan penyebab yang melatar belakangi terjadinya pertengkaran terakhir itu, dan yang sampai membuat sang suami mengucapkan ungkapan-ungkapannya yang Anda berdua sesali sendiri setelah itu. Kami tidak tahu persis kondisi rumah tangga Anda, khususnya kondisi ekonomi, dan kami juga tidak ingin melibatkan diri lebih jauh. Namun kami melihat, berdasarkan pengalaman dalam layanan konsultasi yang kami jalani selama ini, bahwa jika kondisi ekonomi keluarga sudah cukup stabil dan mapan tanpa Anda bekerja, maka kami sangat menyarankan untuk Anda mempertimbangkan secara serius keinginan suami – bahkan sebenarnya secara agama suami berhak memerintahkan – agar Anda berhenti bekerja. Tapi tetap saja yang terbaik adalah, masalah seperti itu, dan juga setiap masalah keluarga yang lainnya, hendaknya dimusyawarahkan dengan baik, dengan mempertimbangkan segala aspek dan konsekuensinya, secara obyektif dan proporsional, untuk diambil keputusan sebaik-baiknya dan sehikmah-hikmahnya, secara bersama-sama, ya sekali lagi, secara bersama-sama!

Demikianlah jawaban yang bisa kami berikan, semoga dipahami dan bermanfaat.

Wallallhu a’lam, wa Huwal Muwaffiq wal Haadii ilaa sawaa-issabiil.

Tinggalkan komentar

Filed under Keluarga Sakinah, Konsultasi

Berbagi Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s