Pertanyaan:
Ass. wr.wb.
- Bagaimana cara menjawab salam pada saat kita melakukan sholat.
- Kami pernah mendengar bahwa sholat Qobliyah dpt mewakili sholat wudhu dan Tahiyatul masjid apakah betul ?
- Pada saat waktu yg terlalu dekat dgn iqomqt mana yg lebih didahulukan antara sholat tahiyatul masjid, wudhu atau qobliyah sekian terima kasih
wass. wr. Wb
– Hanun
Jawab:
Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:
Berikut ini jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas:
1. Cara menjawab salam pada saat kita sedang melakukan shalat adalah dengan memberikan isyarat dengan jari, tangan dan kepala, atau dengan tanda-tanda lain, yang intinya untuk memahamkan orang yang memberikan salam bahwa, kita sedang shalat. Dari sahabat Jabir bin ‘abdillah, beliau berkata: Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat perang menuju kampung Bani Al-Mushthaliq, beliau mengutusku (untuk suatu keperluan), lalu aku mendatangi beliau saat sedang shalat. Aku berbicara dengan beliau dan beliau memberikan isyarat dengan tangan beliau. Lalu aku berbicara lagi, dan beliaupun memberikan isyarat dengan tangan beliau lagi. Juga aku mendengar beliau membaca sambil memberikan isyarat dengan kepala beliau. Dan begitu usai shalat, beliau bersabda: “Apa yang telah kamu lakukan dengan tugas yang telah aku berikan kepadamu? Sungguh tidak ada yang menghalangiku untuk menjawab perkataanmu kecuali karena aku tadi sedang shalat” (HR. Muslim dan Ahmad). Dan dari Abdullah bin Umar, beliau berkata: Aku bertanya kepada Bilal: Bagaimana dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab salam mereka ketika beliau sedang shalat? Bilal menjawab: Beliau memberikan isyarat dengan tangan beliau (HR. Ahmad, Ash-habussunan, dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi). Dan masih ada hadits-hadits lain yang semakna dengan itu. Sementara itu boleh juga jika yang bersangkutan (yang sedang shalat) cukup diam saja dan tidak menjawab salam dengan jawaban apapun. Dari Ibnu Mas’ud, beliau berkata: Dulu kami memberikan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau sedang shalat, dan beliau menjawab salam kami. Tapi setelah kami kembali dari (negeri) Raja An-Najasyi, dan memberikan salam kepada beliau (ketika beliau sedang shalat), beliau tidak lagi menjawab salam kami. Lalu kami bertanya: Ya Rasulallah, dulu kami memberikan salam kepada Engkau ketika sedang shalat, dan Engkau menjawab salam kami (tapi mengapa sekarang tidak)? Beliau bersabda: “Sesungguhnya di dalam shalat ada kesibukan (yang menghalangi untuk menjawab salam)” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Jadi alternatif yang ada adalah diam atau memberikan isyarat. Dan yang jelas dilarang menjawab dengan ucapan atau perkataan apapun, karena memang dilarang berkata-kata di dalam shalat kecuali dalam rangka membaca dan mengucapkan dzikir-dzikir dan bacaan-bacaan khusus untuk shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya shalat ini tidak boleh diisi dengan sesuatupun di antara perkataan orang. Ia hanya untuk membaca tasbih dan takbir (dzikir) serta membaca Al-Qur’an saja” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasaa-i dan Abu Dawud).
2. Sejauh ini kami belum pernah menemukan dalil atau riwayat khusus tentang hal itu. Tapi yang ada adalah pendapat dan kesimpulan para ulama. Alasannya adalah karena kesunnahan shalat wudhu dan tahiyatul masjid itu bersifat umum, sehingga bisa diwakili oleh shalat lainnya, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah seperti qabliyah itu, khususnya jika waktu yang tersedia memang sempit, dan hanya cukup untuk satu jenis shalat saja, maka yang diutamakan adalah yang bersifat khusus, karena sekaligus bisa mewakili yang umum. Sedangkan sunnah rawatib qabliyah atau ba’diyah itu termasuk shalat yang bersifat khusus, dimana dalam pelaksanaannya harus bersifat khusus pula, yakni khusus dengan niat shalat sunnah qabliyah atau ba’diyah, dan tidak bisa digantikan atau diwakili oleh shalat lain. Namun demikian, jika waktu yang tersedia masih longgar, maka tetap boleh saja seseorang melakukan shalat-shalat itu, masing-masing secara tersendiri.
3. Seperti yang telah disebutkan diatas, karena shalat sunnah rawatib qabliyah itu bersifat khusus, sedangkan tahiyatul masjid dan shalat wudhu bersifat umum, maka yang diutamakan adalah yang bersifat khusus, yaitu sunnah rawatib qabliyah. Khussusnya untuk rawatib-rawatib qabliyah yang termasuk kategori muakkadah (yang sangat ditekankan), yaitu qabliyah subuh dan qabliyah dzuhur. Sedangkan untuk qabliyah-qabliyah ghairu muakkadah (yang tidak ditekankan), yakni qabliyah ashar, maghrib dan ‘isya, maka dimungkinkan pula yang diutamakan adalah tahiyatul masjid, karena ia termasuk kategori shalat sunnah muakkadah.
Demikian jawaban yang bisa kami berikan, semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
Wa-Lahu a’lam, wa Huwal-Muwaffiq wal-Haadii ilaa sawaa-issabiil.