Jumlah Puasa Ramadhan & Rakaat Tarawih

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum,

Sebagai orang yang belum begitu mengerti, timbul pertanyaan2 seperti ini

  1. Apakah ada yang menyatakan bahwa bulan ramadhan itu Pasti 29 hari?
  2. Apakah bulan ini kita sudah melihat bulan sehingga kita bisa menentukan bulan ramadhan itu 29 hari atau termasuk 30 hari, karena nabi juga pernah berpuasa hingga 30 hari. bisa dipastikan bulan ini 29 hari tanpa lihat bulan? bukan kah nabi melihat bulan dulu baru menentukan apakah puasa itu 29 Atau 30 Hari (bukan menentukan dulu baru lihat bulan)?
  3. Apakah memang nabi hanya sholat 11 rakat dibulan ramadhan?malahan pada puluhan akhir nabi menambah jumlah rakaatnya
  4. semua hitungan itu berdasarkan siapa?apakah ada hadistnya?

Mohon pembelajarannya

– hendro

Jawab:

Alhamdulilah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:

Berikut ini jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda:

  1. Tidak ada yang menyatakan begitu, baik hadits maupun ulama. Meskipun ada hadits yang menyatakan bahwa, jumlah hari satu bulan qamariyah/hijriyah, termasuk Ramadhan, adalah 29 hari (HR.Al-Bukhari dan Muslim), tapi maksudnya bukan pasti selalu begitu, yakni bukan pasti selalu 29 hari. Namun maksudnya adalah bahwa, jumlah hari dalam satu bulan qamariyah, salah satunya Ramadhan, adalah kadang-kadang 29 hari dan kadang-kadang pula 30 hari, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang lainnya (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
  2. Dan untuk menentukan apakah suatu bulan, Ramadhan misalnya, berjumlah 29 hari ataukah 30 hari, maka menurut ulama secara umum ada dua caranya, yakni melalui metode ru’yatul hilal (melihat hilal secara langsung dengan mata telanjang), dan melalui metode hisab berdasarkan ilmu falak dan astrnomi. Dan cara terbaik serta paling ideal adalah melalui pemaduan antara kedua metode ru’yah dan hisab tersebut. Dan jalan pemaduan inilah yang telah ditempuh oleh mayoritas ulama dan negara Islam di dunia saat ini dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan ‘iedain (dua hari raya). Jika jalan ru’yah saja yang ditempuh, maka umur suatu bulan qamariyah baru bisa ditentukan, apakah berumur 29 hari ataukah 30 hari, setelah aktivitas ru’yatul hilal (melihat bulan) telah benar-benar dilakukan pada sore hari tanggal 29 bulan yang sedang berjalan. Namun jika yang dipilih dan ditempuh adalah murni cara hisab, maka umur suatu bulan qamariyah telah bisa ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya, tanpa menunggu ru’yah lagi. Sebagaimana hal itu terjadi dan telah biasa dilakukan secara merata di seluruh  dunia, dalam pembuatan kelender hijriyah.
  3. Masalah perbedaan dalam hal jumlah rakaat shalat tarawih atau shalat malam secara umum, adalah termasuk jenis perbedaan yang disebut oleh para ulama ikhtilaf attanawwu’ (perbedaan keragaman), dan bukan ikhtilaf attafarruq/ attadhaad (perbedaan perpecahan/pertentangan). Dan perbedaan kategori ikhtilaf attanawwu’ ini tidak masalah dan tidak boleh dipermasalahkan, apalagi dipertentangkan. Karena semua bentuk perbedaan yang ada dalam ikhtilaf attanawwu’ itu diterima dan ditolerir semuanya. Paling-paling jika ada perselisihan, maka itu hanya menyangkut penentuan mana pilihan atau pendapat atau madzhab yang lebih afdhal, itu saja. Dan masalah mana yang lebih afdhal, bukan mana yang sunnah dan mana yang bid’ah, adalah masalah ringan, longgar dan biasa-biasa saja.

    Jadi masalah perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat, bahkan 31 rakaat (seperti yang dipraktekkan pada 10 malam terakhir Ramadhan di Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah: 20 rakaat tarawih ba’da ’isya ditambah 11 rakaat qiyamullail plus witir ba’da tengah malam), atau lebih banyak lagi dari itu atau juga kurang dari itu. Semua praktek shalat tarawih dan shalat malam, dengan jumlah rakaat yang beragam dan berbeda-beda itu, semuanya sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, baik itu sunnah fi’liyyah (sunnah contoh praktek beliau) maupun sunnah qauliyyah (sunnah sabda beliau), maupun juga sunnah taqririyyah (sunnah persetujuan beliau), ditambah lagi dengan sunnah praktek para sahabat radhiyallahu ’anhum, yang sekaligus telah menjadi ijma’ di kalangan mereka. Yakni bahwa, tidak ada batas maksimal untuk jumlah rakaat shalat malam (dan tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadhan).

    Jika itu telah dipahamai dengan baik, maka menjadi jelaslah bagi kita kesalahan opini dan pemahaman sebagian masyarakat selama ini, yang mempertentangkan antara pendapat 11 rakaat yang diyakini sunnah satu-satunya (tentu oleh pihak yang berpendapat berlebihan seperti itu) dan pendapat 23 rakaat yang dinilai sebagai bid’ah yang melanggar, atau sebaliknya. Padahal itu tidak benar. Dan yang benar adalah bahwa, semuanya adalah sunnah, dan semuanya ada dalilnya. Dan perbedaan serta perselisihan antar para ulama setelah itu hanyalah dalam hal memilih mana yang dianggap dan dinilai lebih afdhal saja. Dan perbedaan begitu, seperti yang telah kami sebutkan diatas, adalah tidak masalah, tidak boleh dipermasalahkan, dan biasa-biasa saja.
  1. Ya, penentuan bilangan dan hitungan itu semua merupakan hasil ijtihad dan praktik para ulama sejak generasi sahabat, yang didasarkan pada pemahaman tekstual hadits-hatits tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau pemahaman kontekstual terhadap hadits-hadits yang lain. Jadi benar, semuanya ada dalil dal haditsnya. Namun mohon maaf jika  kami tidak bisa menyebutkan dalil-dalil itu disini. Silakan Anda dapatkan itu dalam kitab yang membahas dan mengkaji itu semua

Demikian jawaban yang bisa kami berikan, semoga dipahami dan bermanfaat. Wallahu a’lam, wa Huwal Muwaffiq ilaa aqwamith-thariiq, wal Haadii ilaa sawaa-issabiil.

Tinggalkan komentar

Filed under Konsultasi, Puasa dan Ramadhan, Sholat

Berbagi Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s