Pertanyaan:
Aku mau tanya mengenai puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih), apakah puasa jenis ini merupakan ajaran dalam islam?? karena aku disarankan oleh orang tuaku untuk melakukannya karena mereka menganggap aku di”tutupi” oleh suatu hal yang gaib dan aku juga disarankan untuk membaca al fatihah dan beberapa bacaan lain sebanyak beberapa ratus supaya aku lancar dalam segala hal.
Apakah hal itu memang ada di ajaran islam?? terima kasih atas saran-sarannya.
– syanti
Jawab:
Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:
Puasa di dalam ajaran Islam merupakan salah satu bentuk ibadah ritual yang memiliki definisi, syarat, ketentuan dan tata aturannya secara khusus. Istilah bahasa Arab-nya adalah shaum atau shiyam. Dan ibadah puasa (shaum/shiyam) yang dikenal dan diakui di dalam Islam, didefinisikan sebagai berikut: puasa adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim dengan menahan diri dari faktor-faktor pembatal (seperti makan, minum, berhubungan suami isteri dan lain-lain) mulai waktu fajar (subuh) sampai terbenamnya matahari (maghrib) dengan niat ibadah.
Nah puasa di dalam Islam ya hanya ada satu jenis atau satu bentuk atau satu cara itu saja. Tidak ada bentuk dan jenis lain lagi yang terkait dengan cara berpuasa. Adapun tentang adanya beberapa macam dan jenis puasa yang selama ini kita kenal, itu tidak dibedakan oleh caranya yang berbeda-beda misalnya, tapi oleh hukum dan waktunya. Maka ada puasa yang berhukum wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar, puasa kaffarat dan lain-lain. Lalu ada puasa yang hukumnya sunnah seperti puasa ayyaamul biidh (tgl. 13, 14 dan 15 setiap bulan hijriyah), puasa hari Senen dan Kamis, puasa enam hari bulan Syawwal, puasa ‘Asyura tanggal 10 Muharram, puasa Arafah tanggal 9 Dzulhijjah bertepatan dengan hari wuquf jamaah haji di Arafah, dan lain-lain. Nah semua jenis puasa tersebut hanya berbeda dalam hukum dan waktunya, sedangkan tata caranya sama semuanya, tidak ada perbedaan. Yakni dengan cara meninggalkan makan (semua jenis makanan), minum (semua jenis minuman) dan pembatal-pembatal lainnya, selama sehari penuh dengan didasari niat ibadah.
Maka jika ada yang berpuasa dengan cara yang lain yang berbeda, misalnya puasa setengah hari saja, atau puasa dengan meninggalkan sebagian jenis makanan saja, atau sebagian minuman saja, maka cara seperti itu tidaklah sah sebagai ibadah puasa dalam ketentuan syariah Islam. Contohnya ya seperti puasa mutih yang ditanyakan itu misalnya, atau apa yang disebut dengan puasa pati geni, atau juga puasa dengan meninggalkan makan daging-dagingan misalnya, begitu pula puasa orang yang hidup vegetarian dengan niat ibadah, dan lain-lain. Ya. Semua jenis puasa tersebut, dan yang lainnya, tidak dikenal dan tidak dibenarkan di dalam syareat Islam. Dan jika seseorang melakukan salah satu dari cara-cara puasa seperti itu dengan niat ibadah, maka hal demikian termasuk kategori prilaku, tindakan, atau amalan bid’ah yang sangat dilarang dan diharamkam di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa mengada-adakan (mengamalkan) suatu amalan (ibadah) yang tidak berasal dari tuntunan kami, maka tertolaklah ia” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Adapun tentang Al-Fatihah, memang benar ia merupakan surah yang sangat istimewa, karena merupakan surah yang paling agung di antara surah-surah Al-Qur’an (lihat HR. Al-Bukhari), maka sangat dianjurkan kita banyak membacanya. Tapi berapa bilangannya? Tidak ada ketentuan khusus yang baku jika sudah menyangkut bilangan puluhan, ratusan atau ribuan. Maka kami menganjurkan jika ingin membaca Al-Fatihah dalam bilangan yang banyak sampai ratusan kali misalnya, kami sarankan untuk tidak mengkhususkan dan membatasi pada bilangan khusus tertentu yang baku, dengan keyakinan akan adanya fadhilah khusus tertentu pada bilangan tersebut. Karena pengkhususan bilangan tertentu dalam dzikir, do’a dan bacaan Al-Qur’an, memerlukan dalil. Jika tidak ada dalil khusus itu, maka kitapun tidak boleh mengkhususkan.
Lalu hal terakhir yang ingin kami ingatkan adalah bahwa, cara dan sarana (wasilah) yang benar dan dibenarkan untuk memperoleh kelancaran dan kemudahan dalam segala urusan hidup kita, adalah dengan meningkatkan taqurrub ilallah (pendekatan diri kepada Allah) melaluai berbagi bentuk amal ketaatan yang disyareatkan secara benar berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, seperti shalat, puasa, baca Al-Qu’an, sedekah, dzikir, do’a dan lain-lain. Dan di saat yang sama haruslah dihindari dan dijauhi segala bentuk pelanggaran, kemaksiatan, amalan bid’ah dan semacamnya, yang justru akan menjadi penghalang bagi trurunnya taufiq dan nashrun minallah (pertolongan dari Allah). Dan itulah makna dari ketaqwaan yang menjadi syarat untuk mendapatkan solusi dan kemudahan dari Allah dalam segala urusan kita, sebagaimana janji Allah dalam firmannya (yang artinya): “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Alah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya….Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (QS. Ath-Thalaaq [65]: 2-4).
Demikian jawaban yang bisa kami berikan, semoga dipahami dan bermanfaat. Wal-Lahu a’lam, wa Huwal Muwaffiq wal Haadii ilaa sawaa-is sabiil.