Seserahan & Maskawin

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr.wb.

Saya seorang gadis yang insya allah (jika Allah mengijinkan) saya akan menikah. Tapi saya masih bingung dengan mas kawin dan se-serahannya. Yang jadi pertanyaan saya :

  1. Apakah boleh atau tidak jika se-serahan itu dibeli dengan uang kami berdua (calon laki & perempuan), karena saya pernah dengar se-serahan itu harus dibelikan oleh pihak laki-laki saja karena jika pihak perempuan ikut membeli bisa berakibat buruk ?
  2. Untuk mas kawin (Mahar) yang berupa uang, apakah boleh jika saya berikan kepada orang tua dan hukumnya apa ?
  3. Sedangkan mas kawin (Mahar) menurut islam itu seperti apa, karena di masyarakat sudah lekat dengan “Seperangkat alat sholat & uang” ?

Demikian pertanyaan dari saya dan sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan jawaban serta penjelasannya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jawab:

Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:

  1. Masalah seserahan ini tidak ada ketentuan dan aturannya di dalam ajaran Islam. Karena ia memang bukan termasuk ketentuan pernikahan di dalam Islam, melainkan hanya salah satu adat kebiasaan yang berlaku di sebagian masyarakat dengan bentuk dan tata cara yang berbeda-beda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Oleh karena itu, sifatnya bebas saja. Tapi tentu saja sebaiknya diikuti apa-apa yang biasa dikenal dan berlaku tentang masalah seserahan tersebut di lingkungan masyarakat Anda. Kecuali dalam hal-hal yang sudah melanggar agama atau terlalu memberatkan. Nah salah satu hal yang sudah tergolong melanggar tentang masalah seserahan, sehingga tidak boleh diikuti, adalah keyakinan tidak berdasar seperti yang Anda sebutkan itu. Yakni keyakinan bahwa, jika calon mempelai perempuan ikut andil dalam membeli seserahan, maka akan berakibat buruk. Keyakinan seperti ini di dalam ajaran Islam termasuk apa yang disebut tathayyur (keyakinan akan terjadinya sebuah keburukan atau kesialan yang dikaitkan dengan hal-hal tertentu tanpa adanya dasar pembenaran dari hukum syareat atau logika). Dan tathayyur termasuk kategori syirik ashghar (syirik kecil).
  2. Mahar atau maskawin merupakan hak milik sah istri atau calon istri setelah terjadinya akad dan ijab qabul. Maka mahar yang akan Anda terima dari suami Anda nanti setelah berlangsungnya ijab qabul, adalah menjadi hak milik Anda secara penuh, dimana statusnya sama seperti hak-hak milik Anda yang lain. Sehingga tentu saja Anda bebas memanfaatkan dan menggunakannya sesuka Anda, tentu dalam batas-batas yang maslahat, termasuk jika Anda ingin memberikannya kepada orang tua, saudara atau siapa saja yang Anda kehendaki. Justru memberikan mahar atau pemberian-pemberian manfaat yang lainnya kepada orang tua adalah termasuk tindakan sangat terpuji dan amal shaleh yang berpahala besar, sekaligus sebagai bentuk dan bukti bakti anak kepada orang tua.
  3. Mahar atau maskawin merupakan kewajiban atas calon suami dan hak bagi istri, sebagai bagian dari ketentuan akad nikah di dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan” (QS. An-Nisaa’ [4]: 4). “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban” (QS. An-Nisaa’ [4]: 24).

Namun begitu, Islam tidak membuat batasan apapun tentang mahar ini kecuali hanya satu ketentuan umum saja yakni bahwa, mahar harus ada nilai dan manfaatnya secara syar’i. Sedangkan tentang jenisnya, bentuknya, besaran nilai atau nominalnya, dan semacamnya semua itu diserahkan pada ‘uruf (kebiasaan) setiap masyarakat, kemampuan pihak calon mempelai pria dan juga persetujuan pihak mempelai perempuan.

Sehingga bagi yang mampu dan berkecukupan, mahar bisa banyak, besar dan tinggi sekali nilainya, seperti yang tergambar dalam firman Allah, “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedangkan kamu telah memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak (sebagai mahar), maka janganlah kamu mengambil kembali sedikitpun darinya” (QS. An-Nisaa’ [4]: 20). Tapi bagi yang tidak mampu, sebentuk cincin besipun cukup dan sah sebagai mahar, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Menikahlah kamu, meskipun dengan hanya sebentuk cincin dari besi (sebagai mahar)” (HR. Al-Bukhari). Dan secara umum maskawin yang rendah adalah lebih baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik maskawin adalah yang paling ringan (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Beliau juga bersabda, “Perempuan (istri) yang paling besar barokahnya adalah yang paling ringan beban maharnya” (HR. Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Yang perlu diingat tentang masalah mahar ini, bagi kaum perempuan dimana mahar sebagai hak, maka semangat yang harus mereka miliki adalah semangat meringankan beban calon suami sehingga rela dengan mahar yang rendah. Sedangkan bagi kaum pria dimana mahar merupakan kewajiban atas mereka yang sebaiknya ditunaikan sebaik-baiknya, maka semangatnya adalah meninggikan nilai mahar, tentu saja sebatas kemampuan, sebagai bentuk pemuliaan dan bukti cinta kepada calon istri.

Dan jika ingin disimpulkan, maka sebaik-baik mahar adalah yang sesuai dengan persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak calon mempelai, serta sesuai dengan kebiasaan masyarakat mereka. Dan salah satu contoh baiknya adalah mahar yang umum berlaku di sebagian masyarakat, yang Anda sebutkan itu, yakni maskawin paket “seperangkat alat shalat dan sejumlah uang”, yang bisa dikatakan merupakan maskawin “murah meriah” dan sekaligus barokah insyaa-allah.

Tinggalkan komentar

Filed under Keluarga Sakinah, Konsultasi

Berbagi Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s