Pertanyaan:
Apakah boleh aqiqoh dilaksanakan setelah dewasa dan apa hukumnya.
– mas’ad
Jawab:
Adapun tentang aqiqah, maka hukum dasarnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan oleh orang tua seorang anak sebagai bentuk dan bukti syukur atas karunia kelahirannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Setiap anak yang lahir itu tergadai dengan aqiqahnya, agar disembelihkan kambing untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, dicukur rambutnya dan diberi nama (pada hari itu pula)” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasaa-i dan Ibnu Majah). Dan di dalam hadits lain riwayat empat imam pemilik kitab-kitab As-Sunan itu pula, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meng-aqiqahkan kedua cucunda tercinta beliau, Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallahu ‘anhuma, masing-masing dengan satu ekor kambing kibas.
Jadi secara umum aqiqah adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Dan ini disepakati oleh para ulama, khususnya untuk waktu pelaksanaannya pada hari ketujuh kelahiran, atau hari keempat belasnya atau hari kedua puluh satunya, berdasarkan riwayat-riwayat yang menyebutkan itu. Namun terkait dengan batas akhir waktu pelaksanaannya terdapat perselisihan. Ada yang membatasinya pada hari ke-duapuluh satu kelahiran si anak, sehingga jika batas waktu itu terlewati, maka aqiqah tidak disunnahkan lagi untuk ditunaikan. Ada juga yang membatasinya sampai batas usia anak memasuki akil baligh. Karena setelah memasuki usia baligh, seseorang tidak disebut dengan sebutan anak lagi. Dan kami sebenarnya lebih cenderung pada pendapat ini.
Namun karena tidak adanya dalil khusus yang membatasi atau yang melarang pelaksanaan aqiqah pada usia dewasa, meskipun juga tidak ada contoh khusus untuk itu, maka kamipun cenderung mentolerir jika ada yang tetap ingin memuaskan diri dengan beraqiqah bagi dirinya atau bagi seseorang pada usia dewasa.