Salah seorang saudara seiman berkisah:
Dia hanya mengenal tempat-tempat dan negara-negara kemaksiatan, perzinaan dan pelacuran. Itulah kondisinya dan begitulah kehidupannya. Biasanya dia tidak pulang dari satu negara maksiat, kecuali untuk pergi lagi ke negara serupa berikutnya.
Adapun hubungannya dengan ayah kami, maka tiap hari selalu ada saja permasalahan dan pertengkaran, yang tak lepas dari cacian, makian dan semacamnya. Kadang mungkin sampai ingin memukulnya, tapi tidak berdaya.
Sehingga di dalam keluarga, rasanya seolah-olah kami hidup di neraka. Semua gara-gara saudara yang satu ini. Tidak peduli dengan ayah. Tidak peduli dengan ibu. Akhlaknya buruk sekali dengan kita semua. Sehingga kamipun selalu ingin agar dia keluar dari rumah saja.
Dan diantara dampak negatifnya, ayah jadi sering sekali berdoa buruk untuknya. Dan diantara doa buruk yang paling banyak diulang-ulang terhadap saudara saya itu adalah: “Aku memohon kepada Allah agar aku tidak meninggal sampai bisa melihatmu mati terlindas oleh roda mobil!” Ya, inilah kalimat doa buruk yang sering diucapkan oleh ayah untuknya. Beliau sebagai ayah sampai ingin dan berdoa agar anaknya mati dengan cara dilindas oleh mobil. Mengapa? Ya, tak lain karena buruknya akhlak sang anak.
Kemudian kami sekeluarga ditakdirkan untuk berpindah tempat tinggal. Ya, kami tinggalkan rumah lama, karena satu dan lain hal, serta pindah ke rumah baru di tempat baru. Nah, di rumah baru ini kami bertetangga dengan salah seorang syeikh, ulama dan dai yang sekaligus menjadi imam di masjid jamik yang cukup terkenal.
Disamping akhlaknya yang istimewa, syeikh tetangga kami ini juga memiliki metode yang sangat efektif dalam mempengaruhi orang. Dan hal itu terbukti antara lain dengan sikapnya terhadap saudara saya yang telah tergambarkan kondisinya dimuka. Sementara yang lain termasuk kami dari keluarganya pada menjauhinya, karena prilakunya yang memang sangat menyebalkan sekali, namun beliau justru selalu mendekatinya, mengucapkan salam kepadanya, berbicara dengannya dan menasehatinya dengan penuh kelembutan dan kesabaran.
Begitulah, secara sangat bijak dan tanpa pernah bosan sama sekali, beliau selalu berusaha mendekati dan menasehatinya dengan berbagai cara. Dan istimewanya serta tidak seperti sebelum-sebelumnya, saudara saya kok ya juga merespon dengan positif dan tampak terpengaruh. Sampai tiba suatu hari dimana Allah membuka dan melapangkan hatinya untuk menerima hidayah iman. Sehingga akhirnya diapun mulai mau shalat di masjid bersama beliau dan mau belajar dengan beliau.
Selanjutnya kondisi saudara saya benar-benar berubah 180 derajat. Dia yang sebelumnya begitu nakal, bengal dan bejat, sekarang (tentu saat itu maksudnya) telah berubah total menjadi demikian istiqomah sekali dalam beribadah, termasuk tidak meninggalkan shalat subuh. Disamping juga rajin membaca Al Qur’an di masjid. Dan wajahnyapun berubah jadi terasa bersinar demikian cerah dengan taufiq Allah.
“Maka apakah orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) hidayah Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhan-nya (sama dengan orang yang hatinya keras membatu)? Sungguh kecelakaan besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata” (QS. Az-Zumar : 22).
Ya, saudara saya yang semula bejat sekali moralnya itu, kini telah berubah menjadi pribadi dengan akhlak yang paling baik. Sehingga kontras dengan kondisi sebelumnya, ketika dia masuk rumah, setelah berubah, seluruh anggota keluarga jadi berbalik sangat mencintainya. Dia biasa duduk-duduk santai dengan kami saudara-saudaranya dengan sikap yang sangat akrab, lembut dan menyejukkan hati. Bahkan dia juga mulai aktif ikut berdakwah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Masyaallah wa tabarakallah walhamdulillah. Dia yang hampir seluruh waktu hidupnya dulu dihabiskan hanya untuk keluyuran ke negara-negara maksiat, kini bahkan telah menjadi pendakwah. Ya, dialah yang saat ini justru paling rajin mendakwahi kami, dan paling aktif mengajari atau mengingatkan kami membaca Al-Qur’an, serta rutin membangunkan kami untuk shalat subuh.
Dia bahkan juga sempat bergabung dengan rombongan para dai untuk bersafari dakwah di beberapa negara. Dan infonya, tidak sedikit diantara penduduk negeri yang menjadi sasaran dakwah itu yang masuk Islam berkat dakwahnya, tentu saja setelah hidayah dan taufiq dari Allah Ta’ala.
Ditambah lagi, selain anggota keluarga, seluruh tetangga di lingkungan tempat tinggal kami juga sangat menyukainya. Karena disamping akhlaknya yang mulia, dia memang dikenal sangat ringan tangan dalam membantu, menolong, menasehati dan mendakwahi mereka.
Dan perubahan “revolosioner” dalam diri pribadi serta kehidupan saudara saya ini berlangsung selama tiga tahun. Dimana selama masa itu, dia benar-benar telah “menyihir” kami semua dan siapapun yang mengenalnya pada rentang masa itu. “Menyihir” kami semua dengan keindahan akhlaknya, dengan istimewanya ketaatannya, dengan beragam kebaikannya, dengan keaktifan dakwahnya dan dengan berbagai aspek positif lain dari kepribadiannya. Walhamdulillah.
Sampai tiba suatu hari dimana dia sedang keluar dengan mengendarai mobilnya untuk suatu keperluan. Tapi di tengah jalan, tetiba mobilnya mogok, tepat di dalam sebuah terowongan. Dia terpaksa turun untuk mmeriksa dan mencari tahu tentang faktor penyebabnya. Tentu dengan tujuan hendak memperbaikinya. Dan untuk itu, dia sampai harus masuk dengan cara menelentangkan diri di bagian bawah mobil.
Sejurus kemudian datang sebuah mobil yang melaju cukup kencang ke arah terowongan dimana saudara saya sedang berada di bawah mobilnya yang sedang mogok. Nah karena tidak menyangka dan tidak memperhatikan adanya mobil yang berhenti di dalam terowongan, pengendarapun akhirnya menabrak mobil saudara saya dengan cukup keras. Dan tentu sangat mudah sekali ditebak apa yang dialaminya. Ya, la haula wa la quwwata illa billah, dia langsung terlindas oleh roda mobilnya sendiri!
Berikutnya saat tim penolong tiba di lokasi, mereka langsung mengangkat tubuh saudara saya ke atas mobil ambulance, untuk selanjutnya dibawa ke rumah sakit. Semula mereka menyangka dia sudah meninggal di tempat. Namun salah seorang anggota tim yang ikut mendampingi di perjalanan menuju rumah sakit, bercerita bahwa, sebelum wafatnya dia masih menyaksikan dan mendengarkan lidah saudara saya tak henti melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an sampai menghembuskan nafas terakhir. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!
Nah, begitu menerima kabar duka tentang kajadian miris yang menimpa anaknya, ayahpun langsung histeris dengan tangis yang meledak tanpa bisa dibendung, bahkan sampai pingsan. Lalu saat siuman, beliau tak henti-hentinya terus tenggalam dalam tangis yang sangat menyayat seraya berucap: Sayalah penyebab! Sayalah penyebab! Ya, sayalah penyebab! Ini adalah doa saya sendiri yang dikabulkan oleh Allah! Astaghfirullah! Astaghfirullah! Astaghfirullahal ‘Adzim!
Ya beliau terus saja menangis dan menangis lebih karena menyesali ketidak sabarannya dulu terhadap anaknya. Dan terutama menyesali doa buruknya yang terbukti benar-benar dikabulkan oleh Allah! Dikabulkan justru di saat beliau sendiri sudah sangat tidak ingin doa itu dikabulkan. Dan mungkin bahkan beliau sudah melupakannya. Namun itu memang sudah sesuai dengan hadits Nabi saw: “Ada tiga doa yang pasti dikabulkan tanpa ada keraguan padanya : doa orang yang terdzalimi, doa seorang musafir dan doa buruk orang tua terhadap anaknya”. (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud).