Problem-Problem Dakwah (مُشْكِلاَتُ الدَّعْوَةِ)

  • Mafhum (pengertian): Yang dimaksud dengan istilah “Problem-Problem Dakwah” disini ialah: Sejumlah problem, permasalahan dan tantangan yang ada, terjadi dan dihadapi oleh para pendakwah Islam, dan yang menjadi hambatan-hambatan serius di jalan dakwah mereka menuju tujuan-tujuan yang harus dicapai.

  • Problemproblem dakwah tersebut mencakup dan meliputi dua macam. Pertama, problem-problem dakwah internal (مشكلات الدعوة الداخلية), yakni problem-problem, permasalahan-permasalahan, dan hambatan-hambatan dakwah yang bersumber dan berasal dari lingkup internal kaum muslimin sendiri. Dan kedua, problem-problem dakwah eksternal (مشكلات الدعوة الخارجية), yakni problem-problem, hambatan-hambatan, dan tantangan-tantangan dakwah yang bersumber dan berasal dari berbagai kalangan dan pihak ummat manusia di luar lingkup kaum muslimin.
  • Adanya problem, permasalahan, hambatan, tantangan, dan semacamnya, baik internal maupun eksternal, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tabiat jalan perjuangan dakwah. Karena itu memang telah menjadi salah satu sunnatullah bagi setiap dakwah kebenaran. Sehingga sepanjang sejarah, setiap pembawa risalah dakwah kebenaran, baik dari kalangan nabi dan rasul ‘alaihimus-salam maupun dari kalangan para pengikut dan pelanjut perjuangan mereka, pastilah selalu menemui dan menghadapi bermacam ragam problem, persoalan, hambatan dan tantangan yang menghambat dan menghadang jalan perjuangan dakwahnya.
  • Oleh karenanya, mengenal, memahami, dan memperhatikan problem-problem dakwah dengan kedua macam dan sisinya (internal dan eksternal) merupakan bagian dari cakupan dan tuntutan fiqih dakwah yang sangat penting. Seperti seseorang yang akan atau sedang menempuh sebuah perjalanan menuju suatu tujuan, dimana ia mesti mengenal dengan cermat dan mengantisipasi dengan baik segala problem, persoalan, hambatan, tantangan dan semacamnya yang mungkin terjadi, ditemui dan dihadapi dalam perjalanannya itu. Karena jika tidak, maka perjalanannya akan terhambat atau bahkan terhadang sama sekali sehingga ia tidak bisa sampai ke tujuan. Maka demikian pula dengan seorang dai yang sedang menempuh perjalanan dakwah yang sangat panjang. Iapun mesti mengenali, memahami dan menguasai secara memadai setiap problem, permasalahan, hambatan, tantangan, dan semacamnya, yang mungkin terjadi dan bisa menghambat, menghalangi dan menghadangnya di jalan dakwah. Tujuannya adalah agar ia bisa menyiapkan diri sejak awal, mengantisipasi secara dini, dan selalu berupaya keras untuk mencari solusi-solusi yang diperlukan. Karena jika tidak, maka akan sulitlah baginya untuk bisa mencapai tujuan-tujuan besar dakwah yang dicita-citakannya.
  • Pada prinsip dan dasarnya, kedua macam dan jenis problem dakwah di atas, yakni internal dan eksternal, haruslah sama-sama mendapat perhatian dari para pegiat dan aktivis dakwah. Namun demikian fokus dan prioritas haruslah tetap lebih diarahkan kepada perhatian dan upaya-upaya penanganan, penyelesaian dan pencarian solusi bagi problem-problem internal daripada problem-problem eksternal. Karena penyelesaian problem internal itu sendiri sebenarnya merupakan bagian langkah terpenting dari penyelesaian problem eksternal. Disamping itu, dan bahkan sebelum itu, arahan Al-Qur’an sendiri sangat menekankan hal itu. Perhatikanlah, misalnya, firman-firman Allah (yang artinya) berikut ini:

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Ali ‘Imraan: 165).

“Apa saja kebaikan yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja keburukan yang menimpamu, maka itu adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi” (QS. An-Nisaa’ [4]: 79).

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuuraa [42]: 30).

  • Problem-problem, hambatan-hambatan dan tantangan-tantangan dakwah yang bersifat eksternal tentu saja banyak dan beragam sekali, namun secara umum bisa kita ilustrasikan dan ringkaskan dalam empat poin di bawah ini:
    1. Berupa makar yang terus-menerus dan bertubi-tubi dari musuh-musuh Islam dan kaum muslimin (lihat: QS.Al-Anfaal [8]: 30; QS. Ar-Ra’d [13]: 42; QS. Ibrahim [14]: 46; QS. Saba’ [34]: 33; QS. Ath-Thaariq [86]: 15-17; Dan lain-lain).
    2. Kerja sama mereka dalam membuat dan melaksanakan konspirasi terhadap Islam, dakwah Islam dan kaum muslimin (QS. Al-Anfaal [8]: 73; QS. An-Naml [27]: 48-53).
    3. Keragaman cara mereka dalam dalam upaya-upaya menghambat, menghadang dan menghentikan setiap laju dakwah Islam.
    4. Kekuatan, kecanggihan dan kemodernan sarana dan prasarana yang mereka pakai dan gunakan dalam membuat dan melaksanakan makar dan konspirasi mereka terhadap Islam, dakwah, pergerakan dan kaum muslimin.
  • Sementara itu untuk menghadapi semua problem, tantangan dan makar dari luar tersebut, Al-Qur’an memberikan dua kata kunci utama, yaitu: taqwa dan sabar. Meskipun di tataran aplikasi dan implementasinya, tentu saja dibutuhkan penjabaran yang panjang. Perhatikan misalnya firman-firman Allah (yang artinya) berikut ini:

“Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka tidak akan mendatangkan kemudharatan sedikitpun kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan” (QS. Ali ‘Imraan: 120).

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab (Ahli Kitab) sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” (QS. Ali ‘Imraan [3]: 186).

Dan setelah memaparkan berbagai ujian dan cobaan yang dialami Nabi Yusuf ‘alaihis-salaam, Allah-pun berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” (QS. Yusuf [12]: 90).

  • Sedangkan problem-problem internal tentu juga sangat banyak, beragam dan bertingkat-tingkat, yang bisa kita klasifikasikan ke dalam lima kelompok dan kategori. Pertama, problem-problem, permasalahan-permasalahan, dan hambatan-hambatan dakwah internal yang bersumber dan berasal dari kondisi internal diri setiap dai sendiri. Kedua, yang bersumber dan berasal dari kondisi internal setiap kelompok, golongan, organisasi, jamaah, dan gerakan dakwah yang ada di tubuh kaum muslimin. Ketiga, yang bersumber dan berasal dari kondisi internal kalangan para dai dan jamaah dakwah secara umum. Keempat, yang bersumber dan berasal dari kondisi internal ummat Islam Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Dan kelima, yang bersumber dan berasal dari kondisi internal kaum muslimin secara keseluruhan.
  • Dan yang harus dilakukan terhadap problem-problem internal tersebut secara umum meliputi minimal tiga langkah. Pertama, dengan mengenali dan memahami setiap problem internal dengan benar, tepat dan proporsional. Kedua, mengklasifikasikannya sesuai dengan kategori dan peringkat serta tingkat prioritasnya. Ketiga, mencarikan solusi dan penyelesaian dengan mendahulukan dan mengutamakan yang lebih penting dan urgen berdasarkan urutan tingkat prioritasnya.
  • Andaipun tidak atau belum mampu menyelesaikan suatu problem dan permasalahan tertentu, namun setidaknya kita mesti memiliki pemahaman dan persepsi yang jelas, serta penyikapan yang benar, tepat dan proporsional terhadapnya. Jadi minimal tidak bingung, lebih-lebih tidak malah salah persepsi dan salah sikap.
  • Selanjutnya berikut ini sekadar contoh beberapa problem internal itu:

Satu: Problem: Kelemahan, kekurangan dan kesalahan yang ada dalam diri sang dai atau daiyah, baik pada ilmu dan pemahaman, sifat dan karakter, amal dan praktik, metode dan cara dakwah tertentu, maupun pada kemampuan-kemampuan dan potensi-potensi lain yang memiliki pengaruh penting dalam aktivitas dakwah yang diperankannya.

Solusi: 1. Masing-masing harus mengenali dan menyadari sisi-sisi kelemahan dan kekurangan dalam dirinya; 2. Berupaya optimal semampunya untuk menutup kelemahan dan kekurangan itu; 3. Membatasi aktivitas dakwah dalam bidang dan aspek yang sesuai dengan kemampuan dan kelebihan dirinya, serta di saat yang sama menghindar secara hikmah dari bidang dan aspek dakwah lain, dimana ia lemah dan kurang kemampuan disitu.

Dua: Problem: Masalah penyikapan terhadap fenomena perbedaan dan perselisihan madzhab fiqih.

Solusi: Secara umum memahami dan berkomitmen dengan kaidah-kaidah fiqhul ikhtilaf (lihat: materi fiqhul ikhtilaf). Ringkasan sikap sebagai berikut: 1. Memahami, menerima dan mengakui perbedaan madzhab fiqih sebagai sebuah keniscayaan yang ditolerir; 2. Memilih madzhab dan pendapat fiqih dalam suatu masalah secara prosedural sesuai dengan kadar dan tingkap kemampuan yang dimiliki; 3. Dalam masalah-masalah khilafiyah yang bersifat personal individual, masing-masing bisa dan berhak mempraktikkan pendapat atau madzhab pilihannya; 4. Meskipun lebih afdhal jika untuk praktik pribadi, ia mengamalkan pendapat atau madzhab ihtiyath (yang lebih berhati-hati), demi menghindari perselisihan; 5. Ketika berhubungan dengan orang lain dan dalam masalah-masalah yang bersifat kejamaahan, kemasyarakatan dan keummatan secara umum, maka yang harus ditonjolkan adalah sikap toleransi dan kompromi.

Tiga: Problem: Masalah penyikapan terhadap fenomena keragaman kelompok, jamaah dan gerakan dakwah dalam lingkup manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah..

Solusi: Secara umum menyikapi fenomena keragaman kelompok dan jamaah dakwah, secara hampir sama dengan fenomena perbedaan madzhab fiqih (lihat: materi fiqhul jama’at wal-harakat). Ringkasan sikap sebagai berikut: 1. Memahami, menerima dan mengakui fenomena dan realita keragaman sebagai sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan; 2. Memilih dan bergabung dengan salah satu kelompok, organisasi atau jamaah dakwah yang ada, yang dianggap atau dinilai atau diyakini lebih atau paling baik; 3. Masing-masing fokus pada upaya-upaya riil dan praktis, dengan semangat fastabiqul-khairaat, untuk membuktikan sebagai yang lebih atau yang paling baik!; 4. Minimal masih mau menyisakan pengakuan, husnudz-dzan dan toleransi bagi yang lain; 5. Atau sikap adilnya sebagai berikut: Masing-masing mesti menyikapi dan memperlakukan orang lain, kelompok lain atau jamaah lain, sebagaimana ia, kelompok dan jamaahnya ingin disikapi dan diperlakukan. Dan selanjutnya tidak menyikapi dan memperlakukan orang, kelompok atau jamaah lain, dengan sikap dan perlakuan, yang tidak ia inginkan bagi dirinya, kelompoknya atau jamaahnya!

Empat: Problem: Masalah penyikapan terhadap fenomena firqah-firqah sempalan.

Solusi: Secara umum memahami dan menyikapi firqah-firqah sempalan sesuai manhaj, kaidah dan prinsip baku Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Ringkasan sikap sebagai berikut: 1. Membekali diri dengan ilmu standar minimal untuk bisa dan mampu membedakan antara fenomena perbedaan madzhab-madzhab fiqih dan keragaman jamaah-jamaah dakwah yang ditolerir, dan antara fenomena perselisihan dan perpecahan firqah-firqah sempalan dan sesat yang tertolak dan tidak ditolerir; 2. Waspada dan hati-hati agar tidak sampai terpengaruh dan terjerumus ke dalam penyimpangan dan kesesatan firqah sempalan; 3.Merujuk, mengacu dan berpegang pada sikap, pendapat dan fatwa para ulama ahli yang berkompeten, misalnya fatwa dan sikap resmi MUI; 4. Tidak bingung, tidak terpengaruh dan tidak terbawa arus  fenomena pro-kontra berbagai pihak yang tidak berkompeten dalam menyikapi firqah-firqah sempalan; 5. Meyakini kesesatan firqah-firqah sempalan dan menunjukkan sikap baraa’ (membenci dan menjauhi) secara ideologis  dan akidah; 6. Tapi di saat yang sama tidak melakukan sikap dan tindak apapun yang bersifat anarkis terhadap firqah sempalan manapun. Melainkan justru lebih menampakkan dan mengedepankan sikap lahiriah yang berorientasi dakwah. Sebagaimana kita wajib memiliki sikap baraa’ secara akidah terhadap setiap orang kafir, namun di saat yang sama harus pula lebih mengedepankan sikap lahiriah yang berorientasi dakwah terhadapnya; 7. Lebih menfokuskan dan memprioritaskan upaya-upaya pembekalan dan pembentengan ummat dengan akidah yang haq dan ilmu pemahaman agama yang murni, agar tidak mudah terpengaruh pemahaman, pemikiran dan ideologi yang sesat atau menyimpang.

Lima: Problem: Problem berdakwah di tengah-tengah bi-ah (lingkungan) yang sangat tidak islami dan sangat tidak kondusif. Dimana seringkali nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang didakwahkan oleh sang dai atau daiah dimentahkan oleh pengaruh negatif bi-ah dimana obyek dakwah berada dan tinggal.

Solusi: 1. Dakwah ‘aammah (seperti tabligh dan semacamnya) harus berorientasi mempengaruhi dan membentuk opini umum masyarakat yang akan mengarah pada perbaikan bi-ah; 2. Harus ada ta’awun (kerja sama) tertentu, atau setidaknya tafahum (kesefahaman) tertentu di antara para dai dan daiyah ke arah terwujudnya tujuan tersebut; 3. Dakwah harus berorientasi dan bersifat tarbiyah dan pembinaan secara intensif dan komprehensif, dan tidak sekadar temporal dan parsial saja; 4. Para dai dan daiyah harus selalu berupaya untuk mengadakan atau memilihkan miniatur-miniatur bi-ah yang “islami” atau kondusif bagi para mad’u (obyek dakwah); 5. Materimateri dakwah jangan hanya berisikan norma-norma idealistis yang bersifat teoritis belaka, namun juga harus dilengkapi dengan arahan dan pembekalan aspek aplikasi dan implementasinya di tengah-tengah bi-ah yang tidak islami dan tidak kondusif seperti saat ini.

Dan problem-problem dakwah internal lain yang tentu saja sangat banyak dan beragam sekali, namun tentu tidak bisa disebutkan semuanya disini. Semoga beberapa yang telah disebutkan di atas cukup sebagai contoh pengingat bagi problem-problem yang lainnya, dan sekaligus penyemangat bagi pencarian solusi-solusi yang benar untuknya. Wallahu a’lam.

1 Komentar

Filed under Dakwah

One response to “Problem-Problem Dakwah (مُشْكِلاَتُ الدَّعْوَةِ)

  1. Emi Mardiani

    masyaAllah ustadz, trmkash ilmunya, barokallah

Berbagi Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s