Kemenangan atau kesuksesan dalam bidang apapun itu ada undang-undang dan jalan sunnatullah-nya. Begitupun kegagalan dalam hidup, juga ada hukum dan jalan sunnatullah-nya. Dimana siapapun orangnya, mukmin atau kafir, ahli taat atau ahli maksiat, yang menaati undang-undang atau hukum sunnatullah kemenangan dan kesuksesan, maka insyaallah iapun akan menang dan sukses dalam hidupnya di dunia. Terlepas apakah kemenangan dan kesuksesan yang didapat itu diberkahi oleh Allah atau justru dilaknat. Sementara itu, jika ingin mendapatkan kemenangan berbarakah yang diridhai oleh Allah Ta’ala, maka disamping syarat kauni diatas, yakni dengan mematuhi hukum sunnatullah, kitapun wajib memenuhi syarat syar’i-nya, yakni dengan menaati hukum syariatullah sekaligus. Intinya dengan memadukan antara ketaatan syar’i (tha’ah syar’iyah) dan kepatuhan kauni (tha’ah kauniyah). Dan bila dirangkum serta sedikit dijabarkan, maka untuk meraih kemenangan dan kesuksesan hidup dalam bidang apapun, minimal ada tiga syarat asasinya sebagai berikut:
PERTAMA: YAKIN KEMENANGAN/KESUKSESAN DARI ALLAH.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan tiadalah kemenangan itu melainkan hanya dari sisi Allah semata” (QS. 3: 126 / QS. 8: 10). Informasi wahyu ini tidak cukup bila hanya dimengerti, diketahui dan diakui secara teoritis di alam pikiran saja. Melainkan harus sampai menjadi keyakinan kuat yang terhunjam dalam di hati secara praktis, dan yang merupakan bagian dari wujud keimanan hakiki kepada Allah. Karena keyakinan iman itulah yang akan melahirkan sifat dan sikap raja’/pengharapan/pamrih yang sebesar-besarnya terhadap kemenangan/kesuksesan berbarakah dari sisi Allah tersebut. Disamping keyakinan iman itu jugalah yang sekaligus akan senantiasa menyadarkan dan membimbing kita dalam menempuh jalan yang benar serta diridhai sebagai upaya untuk meraih kemenangan/kesuksesan berbarakah dimaksud. Dimana intinya tiada lain adalah, dengan ber-taqarrub illah, mendekatkan diri kepada Allah, dan bukan justru dengan cara-cara yang semakin menjauhkan diri dari-Nya dan dari petunjuk wahyu-Nya.
KEDUA: PANTAS DAN LAYAK MENANG/SUKSES
Jika kaidah pertama, kemenangan/kesuksesan itu dari sisi Allah, maka kaidah keduanya adalah bahwa, kemenangan/kesuksesan berbarakah yang dari Allah itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang pantas, layak dan berhak menerimanya. Dan mereka, tiada lain, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah. Dia berfirman (yang artinya): “Dan sudah menjadi ketetapan Kami, menolong (memenangkan) orang-orang yang beriman” (QS. 30: 47). Namun pertanyaannya adalah, bagaimana kita menjadikan diri kita sebagai mukmin-mukmin yang dianggap telah pantas, layak dan “berhak” atas kemenangan berbarakah itu? Berikut ini poin-poin yang perlu dicatat dan diperhatikan:
- Kita harus berkeimanan tauhid yang semurni-murninya kepada Allah semata, tanpa tercampur oleh noda-noda syirik yang mengotori atau bahkan merusaknya. Maka general checkup keimanan tauhid harus selalu kita lakukan secara rutin, untuk memastikan sehat dan bersihnya hati serta pikiran dari penyakit-penyakit ketauhidan yang “mematikan”!
- Agar dijaga oleh Allah, maka kita wajib menjaga (agama) Allah (lihat HR. At-Tirmidzi). Agar dibela oleh Allah, maka kita wajib membela (agama) Allah (QS. Al-Hajj: 38). Dan agar ditolong serta dimenangkan oleh Allah, maka kitapun wajib menolong dan memenangkan (agama) Allah (QS. Al-Hajj: 40 dan QS. Muhammad: 7). Oleh karenanya, mari terus memelihara niat, tekad, orientasi dan komitmen demi menjaga, membela, memperjuangkan dan memenangkan agama Allah, dalam seluruh aktifitas hidup secara umum dan aktifitas dakwah secara khusus. Jangan sampai terjadi perubahan, pemelencengan atau pembelokan arah! Na’udzu billah!
- Sebagai bagian dari upaya memantaskan dan melayakkan diri sebagai pemenang, kita wajib selalu sadar, yakin dan mengakui bahwa, pastilah dalam diri dan jamaah kita terdapat beragam faktor yang berpotensi menghalangi “hak” kita untuk menjadi pemenang di mata Allah. Kemudian, disamping kesadaran dan keyakinan tersebut, kewajiban kita selanjutnya dalam konteks upaya menghilangkan penghalang-penghalang itu, adalah dengan bertobat yang sejujur-jujurna dan beristighfar yang sebanyak-banyaknya kepada Allah, seraya tak henti mencari dan menemukan faktor-faktor penghalang tersebut, serta berusaha keras untuk menghilangkannya.
- Agar dianggap pantas, layak dan “berhak” atas rahmat kemenangan/kesuksesan berbarakah, maka keimanan tauhid yang kita miliki harus mampu melahirkan mentalitas pemenang dalam diri kita. Dimana ciri utamanya adalah stabilnya sikap hati yang memadukan secara proporsional antara sifat sabar dan syukur. Dalam sebuah hadits: “Dan ketahuilah bahwa, kemenangan itu (datang) bersama kesabaran, solusi itu (hadir) bersama kegentingan, dan bersama kesusahan pasti ada kemudahan” (Dalam hadits Arba’in, dishahihkan Al-Albani). Dan tiada kesabaran tanpa kesyukuran. Sebagaimana tidak mungkin ada orang yang syukur kecuali pastilah ia sekaligus adalah orang yang sabar. Nah, di tengah-tengah pertarungan ideologi, ambisi dan kepentingan yang demikian dahsyat, serta dinamika ummat yang begitu luar biasa, sehingga kondisi jiwapun serasa diaduk-aduk tak karuan, kita harus senantiasa waspada terhadap potensi goyah bahkan jebolnya pertahanan keimanan berupa pasangan sifat sabar dan syukur ini. Sehingga salah satu prioritas utama kita setiap saat, adalah mempertahankan stabilnya sikap tetap sabar dan syukur, dalam kondisi dan situasi apapun, agar tidak sampai goyah pertahanannya apalagi jebol. Dimana jika terjadi, la samahallah, maka itulah salah satu faktor penghalang utama bagi turunnya rahmat kemenangan/kesuksesan berbarakah yang senantiasa kita harap.
- Diantara wujud mentalitas pemenang itu juga adalah, kesiapan diri untuk bisa menerima dengan legowo apapun dan seberapapun kadar rahmat yang akan Allah berikan nantinya. Termasuk yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan dan harapan sekalipun. Kita memang boleh, berhak dan bahkan harus berharap dengan harapan yang sebaik-baiknya serta setinggi-tingginya. Akan tetapi, seperti kaidah yang sering saya ulang-ulang, dalam hidup ini janganlah pernah memustahilkan yang mungkin, sebagaimana jangan pernah memungkinkan yang mustahil! Kalah atau menang, sukses atau gagal, untung atau rugi, adalah sama-sama mungkin terjadinya dalam setiap kompetisi kehidupan ataupun pertarungan perjuangan. Yang hanya siap menang/sukses saja diantara para kompetitor atau petarung, dan tidak siap kalah, hakekatnya belum berhak dan belum layak untuk menerima “tropi” kemenangan/kesuksesan. Karena berarti ia masih belum memiliki jiwa dan mentalitas pemenang itu! Lalu, bagaimana dengan kita?
- Terdapat perbedaan yang sangat asasi antara keinginan untuk menang/sukses dan kesiapan untuk menjadi pemenang/peraih kesuksesan. Kebanyakan orang sekadar hanya ingin menang/sukses Sementara itu sangat sedikit sekali diantaranya yang benar-benar siap untuk menjadi pemenang/peraih kesuksesan. Padahal kondisi terakhir itulah yang merupakan syarat kelayakan dan kepantasan seseorang untuk memperoleh kemenangan dan kesuksesan berbarakah dari Allah. Sedangkan kesiapan untuk menang/sukses itu sendiri ditengarai antara lain oleh kesadaran yang baik dan memadai dari yang bersangkutan bahwa, pasti akan ada resiko yang harus ditanggung, amanat yang mesti ditunaikan, dan beban tanggung jawab yang wajib diemban, dari setiap kemenangan dan kesuksesan yang didapat. Selebihnya, kesadaran tersebut juga harus didukung dan dikuatkan dengan upaya-upaya menyiapkan serta mempersiapkan berbagai hal yang diharapkan akan membuatnya benar-benar mampu menanggung resiko, menunaikan amanat dan mengemban tanggung jawab yang merupakan tuntutan atau konsekuensi dari kemenangan/kesuksesan yang ingin diraih. Nah bagaimana, apakah kita baru sebatas ingin dan terobsesi untuk menang dan sukses saja? Ataukah sudah benar-benar siap untuk menjadi pemenang dan peraih kesuksesan? Semoga saja yang kedua! Aamiin!
KETIGA: MUJAHADAH MENJEMPUT KEMENANGAN/KESUKSESAN.
Kebalikan dari kaidah cara pemberian rahmat Allah di akherat kelak bagi para penghuni Surga, yang tanpa adanya syarat apapun lagi, cara Allah membagikan rahmat-Nya di dunia, kepada hamba-Nya yang telah dianggap layak dan berhak sekalipun, seperti rahmat kemenangan dan kesuksesan misalnya, tetap masih menyisakan syarat lain sesuai ketetapan hukum sunnatullah-Nya yang diberlakukan di dunia ini. Yakni pertama bahwa, yang bersangkutan tetap harus ber-mujahadah dan bergerak untuk menjemput rahmat kemenangan/kesuksesan yang telah Allah janjikan dan sediakan itu. Dan kedua adalah syarat ilmu dan pengetahuan tentang dimana serta dengan cara apa rahmat kemenangan/kesuksesan tersebut harus dijemput. Jadi tetap harus ada upaya dan proses penjemputan, dimana tanpanya, seperti rahmat kemenangan/kesuksesan yang semestinya sudah menjadi “hak” kita misalnya, bisa saja akhirnya lepas dan urung diberikan. Ya gara-gara tidak “dijemput” melalui mujahadah tersebut!
Maka, mari tak henti-hentinya selalu ber-mujahadah, bergerak dan bergerak, dengan terus menerus berupaya mengetuk pintu-pintu bumi dan langit sekaligus, seraya bersandar dan berharap yang sekuat-kuatnya kepada Dzat Ar-Rahman Ar-Rahim, sampai rahmat kemenangan/kesuksesan berbarakah yang dijanjikan benar-benar “tergenggam” erat di tangan insyaallah! Aamiin!
Selamat menjemput kemenangan/kesuksesan berbarakah insyaallah!
Allahu Akbar! Wal’aqibatu lilmuttaqin!