TANYA:
Assalamualaikum…. Ustadz…
Yang ingin saya tanyakan:
1. Bagaimana cara Kita agar selalu khusyuk dalam sholat?
2. Selalu inget dg Sang Maha Segala? Terus terang inget Dg Nya cuman klo Kita dalam kesusahan, selesai itu Kita lupa lagi…
3. Adakah tuntunan tentang tata cara berdzikir??? Seperti 100x, 1000x, dlll
Atas jawababnya saya ucapkan terimakasih…
Wassalamualaikum…..
Andy
J A W A B :
Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:
Berikut ini kami coba menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda:
(1). Untuk bisa fokus dan khusyuk di dalam shalat memang banyak faktor yang perlu diperhatikan dan harus dilakukan, antara lain sebagai berikut:
- Faktor tingkat keimanan kita memiliki pengaruh yang sangat vital dan menentukan dalam upaya menggapai kekhusyukan di dalam setiap shalat yang kita lakukan. Khususnya pada aspek iman qalbi ‘amali (keimanan yang berupa keyakinan hati yang bersifat praktis), yang menghasilkan keikhlasan dan sensitivitas hati yang dengannya kita bisa merasakan dan menikmati kelezatan ibadah kepada Allah, seperti shalat, dzikir dan lainnya.
- Faktor tingkat pemahaman kita juga sangat berpengaruh, khususnya pemahaman dan penghayatan terhadap setiap bacaan yang kita ucapkan di dalam shalat kita, seperti ayat-ayat Al-Qur.an, dzikir-dzikir dan do’a-do’a.
- Persiapan yang baik sebaik-baiknya setiap akan menunaikan shalat, yang meliputi: persiapan hati, pikiran, perasaan, fisik, tempat, suasana, dan lain-lain yang harus diupayakan sekondusif mungkin bagi tercapainya kekhusyukan yang didambakan.
- Khusus tentang persiapan hati dan pikiran, upaya harus optimal agar terbangun sikap totalitas hati dan pikiran (madhep manteb) dalam menghadap Allah dan bermunajat padanya.
- Pelatihan dan pembiasaan dengan cara memperbanyak shalat-shalat yang biasanya paling memungkinkan untuk kita bisa khusyuk di dalamnya, misalnya seperti qiyamullail pada sepertiga malam terakhir, shalat dhuha, dan lain-lain. Tapi perlu kami beri catatan bahwa, yang kami maksudkan dengan pelatihan disini bukanlah misalnya dengan mengikuti pelatihan shalat khusyuk, atau pelatihan tahajjud khusyuk, dan semacamnya, yang kita kenal itu. Karena kalau untuk itu, kami tidak merekomendasikannya, karena adanya beberapa catatan seputar hal-hal yang tidak ditolerir.
- Terus dan selalu ber-mujahadah (berusaha dan berjuang keras) tanpa mengenal henti atau apalagi putus asa, dalam upaya menggapai kekhusyukan dan ketenangan.
- Tidak melalaikan do’a dan munajat untuk memohon dengan tulus dan ikhlas kepada Allah agar dikaruniai ketenangan dan kekhusyukan yang diharapkan. Disamping dzikir, doa dan munajat itu sendiri (begitu pula tilawatul Qur’an) bisa menjadi sarana pelatihan diri yang baik untuk bisa mendapatkan kekhusyukan dalam shalat. Karena isi dari shalat kita kan berupa tilawah Al-Qur’an, dzikir, doa dan munajat? Sehingga jika kita telah bisa fokus dan khusyuk di dalam tilawah, atau dzikir, atau doa, atau munajat kita, maka insyaa-allah kitapun akan bisa khusyuk pula di dalam shalat kita.
- Ada hubungan timbal balik yang sangat kuat (saling terpengaruh dan mempengaruhi) antara kondisi seseorang di luar shalat dan di dalam shalat.Oleh karenanya menjadi sangat urgen dan mendasar sekali, untuk bisa khusyuk dan tenang di dalam shalatnya, seseorang harus selalu memelihara dirinya di luar shalat, dengan berusaha selalu menjaga dan meningkatkan ketaatan, serta menjauhi kemaksiatan.
- Selain itu semua, biasanya ada faktor-faktor tertentu bagi tiap-tiap orang, yang lebih membekas dan berpengaruh dalam dirinya, dan yang membuatnya bisa lebih khusyuk dalam shalat. Dan faktor-faktor khusus ini bisa berbeda-beda antara satu orang dan orang yang lainnya. Dan di antara faktor-faktor itu, misalnya faktor pilihan tempat, pilihan waktu, pilihan bacaan ayat, bacaan/suara imam tertentu dalam shalat berjamaah, ingatan akan keagungan Allah, ingatan akan kematian, ingatan adzab adzab neraka, ingatan akan dosa-dosa, dan lain-lain. Jika kita merasa adanya faktor-faktor khusus semacam itu yang bisa berpengaruh dan berbekas secara khusus dalam diri dan hati kita, sehingga dengannya kita bisa lebih khusyuk dan tenang dalam shalat kita, maka perlu kita jadikan sebagai sarana dan jalan untuk meraih kekhusyukan.
(2). Selanjutnya tentu saja juga banyak faktor penentu dan pendukung untuk kita bisa selalu ingat Allah dalam segala kondisi dan situasi, seperti yang Allah sebutkan di dalam QS. Ali ‘Imraan ayat 191. Namun jika ingin diringkas, mungkin bisa kami simpulkan dalam satu kalimat pendek, yakni: dengan menjalani “jadwal” Allah dalam hidup keseharian. Maksudnya, agar selalu bisa ingat Allah, kita mesti menjalani ketentuan-ketentuan Allah dan berkomitmen dengan tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam aktivitas hidup sehari-hari, mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga tidur lagi di malam harinya. Jika kita bisa menjaga semua itu atau mayoritasnya, maka otomatis kita akan senantiasa berada dalam kondisi dzikir dan ingat Allah. Karena memang seluruh ketentuan Allah dan tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah “di-design” supaya setiap muslim dan muslimah selalu ingat Allah. Atau semua ketentuan dan tuntunan itu bahkan berupa dzikir-dzikir, baik yang bersifat khusus maupun yang umum, atau memuat dzikir, atau setidaknya berkonsekuensi dzikir dan mengingat Allah.
(3). Adapun tentang tuntunan tata cara berdzikir, maka dibawah ini kami sebutkan kaidah-kaidah dan rambu-rambu umum dalam hal berdzikir, agar dzikir kita tidak melenceng dari garis ketentuan sunnah:
- Jagalah niat yang ikhlas dan tujuan yang benar. Maka harus dihindari tujuan-tujuan yang tidak syar’i dalam berdzikir, seperti untuk mendapatkan kesaktian, kekebalan, ”ilmu ladunni”, ”ilmu karamah”, ”ilmu kasyaf”, dan sebagainya.
- Berdzikirlah dengan dzikir-dzikir yang ma’tsur (yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam)
- Berdzikirlah dengan kalimat-kalimat dzikir yang benar, baik dan sempurna, yang mengandung makna tauhid, dan bahkan yang secara eksplisit menegaskan tauhid yang murni itu.
- Hindarilah berdzikir dengan hanya menyebut dan melafalkan nama begitu saja diantara nama-nama Allah, misalnya berdzikir dengan mengucapkan Lafzhul Jalalah ”ALLAH” saja diulang-ulang!
- Bersikaplah waspada, berhati-hati dan selektif terhadap paket-paket himpunan dzikir yang tidak ma’tsur.
- Sebisa mungkin hindarilah segala bentuk pengkhususan dalam berdzikir, kecuali jika ada dasar dan landasan riwayat yang shahih atau logika yang dibenarkan. Dan hal itu baik berupa pengkhususan lafal-lafal dzikir tertentu, bilangan-bilangan tertentu, fadhilah-fadhilah tertentu, waktu-waktu tertentu, maupun tata cara tertentu dan lain-lain.
- Begitu pula upayakan untuk tidak melakukan iltizam (ajeg dengan sifat tertentu) untuk dzikir-dzikir yang bersifat umum (tidak ada tuntunan pengkhususan sifatnya) ketika yang demikian itu akan menimbulkan persepsi atau anggapan bahwa hal tersebut merupakan sunnah.
- Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,”Hendaklah lisanmu senantiasa basah dalam berdzikir kepada Allah” (HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan lain-lain). Hadits ini menunjukkan bahwa dzikir yang sempurna harus dilafalkan dengan lisan.
Sedangkan secara khusus tentang masalah bilangan-bilangan dalam berdzikir, maka jika sengaja membatasi bilangan tertentu maka komitlah dengan batasan bilangan yang berasal dari tuntunan dan contoh sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti misalnya bilangan-bilangan berikut ini: satu, dua, tiga, tujuh, sepuluh, tiga puluh tiga dan atau tiga puluh empat, tujuh puluh, dan seratus yang sejauh pengetahuan kami merupakan bilangan terbanyak dalam contoh dan tuntunan dzikir dalam sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Atau jika ingin lebih dari itu maka sebaiknya tanpa pembatasan bilangan tertentu, kecuali atas dasar alasan logis yang bisa diterima.
Demikianlah jawaban yang bisa kami berikan, semoga bisa dipahami dengan baik dan bermanfaat. Wallahu a’lam, wa Huwal Muwaffiq ilaa aqwamit-thariiq, wal Haadii ilaa sawaa-issabiil
Ass.ini penjelasan yg pas.dan menjadi pedoman untukku.mksh.