Hukum Anak Angkat

TANYA:

Aswrwb

Maaf lahir bathin sebelumnya. Saya mau tanya, insyaallah bulan depan kami berencana mengambil anak dari adik kami. Karena di usia perkawinan kami yang menginjak 10 tahun belum dikaruniai momongan. Tapi kami masih bingun dengan status anaknya nanti di dalam akte kelahiran. Apa diperbolehkan dalam Islam di dalam akta dicantumkan nama bapak adalah suami saya. Soalnya tempat tinggal kami berjauhan.

Terimakasih

JAWAB:

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Alhamdulillah, wash-shalaatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du:

Mengambil anak angkat (yang dalam bahasa Arab disebut at-tabanni) sebagaimana yang dulu terjadi dan berlaku di masyarakat Arab pada zaman jahiliyah, adalah terlarang dan haram di dalam hukum Islam. Bahkan di dalam hadits, itu termasuk kategori kufur ashghar (kekufuran kecil). Dan at-tabanni yang dimaksud itu adalah jika seseorang mengangkat anak orang lain dan memperlakukannya persis seperti anaknya sendiri dalam penisbatan namanya, dalam hukum kemahraman dan kewarisan. Adapun jika “anak angkat” itu hanya sekedar istilah lain untuk anak asuh, maka hal itu diperbolehkan, bahkan bisa jadi merupakan salah satu amal yang istimewa. Yakni dengan syarat anak yang “diangkat” itu tetap dinisbatkan kepada nama bapak aslinya (kandungnya), dan bukan kepada nama bapak angkatnya, disamping harus diberlakukan terhadapnya hukum-hukum kemahraman dan kewarisan sesuai status aslinya yang bukan sebagai anak kandung.

Dan sebagai penegasan, berikut ini kami kutipkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang dan mengharamkan pengangkatan anak seperti tersebut diatas.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu dzihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anakmu. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja, dan Allah mengatakan yang haq (yang sebenarnya), dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maula-mu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Ahzaab [33]: 4-5).

Dan dalam ayat lain tentang kisah pernikahan sahabat Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu (yang pernah menjadi anak angkat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebelum adanya pelarangan) dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha, Allah berfirman (yang artinya): “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya (yakni Zaid bin Haritsah): “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia, supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya (yakni setelah diceraikan dan habis masa iddahnya), dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” (QS. Al-Ahzaab [33]: 37).

Adapun tentang hadits-hadits yang terkait masalah ini, maka kebanyakannya adalah tentang pelarangan penisbatan diri dan nama seseorang kepada selain orang tua aslinya. Dan berikut ini kami sebutkan sebagiannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang mengaku sebagai anak seseorang yang selain bapaknya (menisbatkan diri dan namanya kepada selain bapaknya), sedangkan ia tahu bahwa, dia bukan bapaknya, maka surga haram untuknya” (HR. Muttafaq ‘alaih dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu).

Dalam hadits yang panjang beliau bersabda (yang artinya): “Dan barangsiapa yang mengaku (dengan menisbatkan diri dan namanya) kepada selain bapaknya, atau ber-intimaa’ (bergabung dan menisbatkan diri) kepada selain maula-maula-nya, maka ia akan menerima laknat Allah, para malaikat dan seluruh ummat manusia, Allah tidak aakan menerima alasan dan tebusan darinya” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Yazid bin Syuraik bin Thariq).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda (yang artinya): “Tiada seorangpun yang mengaku-ngaku (dengan menisbatkan diri dan namanya) kepada selain bapaknya, dan ia mengetahuinya, kecuali berarti ia telah kufur (maksudnya kufur ashghar)” (HR. Muslim dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu).

Dan dalam hadits keempat, beliau juga bersabda (yang artinya): “Janganlah kamu enggan (mengakui dan menisbatkan diri kepada) bapakmu. Karena barang siapa yang enggan (mengakui dan menisbatkan diri) kepada selain bapaknya, maka itu merupakan sebuah kekufuran (kufur ashghar)” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Semoga dengan penjelasan diatas telah menjadi jelaslah bagi Anda, mana bagian yang tidak boleh dan yang boleh terkait dengan isi pertanyaan Anda. Yang tidak boleh adalah jika Anda dan suami mengambil anak adik Anda atau suami sebagai anak angkat dengan memperlakukannya seperti layaknya anak sendiri. Termasuk mencantumkan nama suami sebagai ayah di belakang nama anak itu di akte kelahiran dan dokumen-dokumen lain. Itu termasuk yang dilarang seperti yang terkandung dalam ayat-ayat dan hadits-hadits diatas. Maka yang harus dicantumkan di kolom ayah bagi anak itu tetaplah ayah atau bapak kandungnya. Sementara posisi dan status Anda berdua adalah sebagai wali baginya dalam berbagai kepentingan dan urusan seperti pendidikan dan lain-lain.

Namun jika memang benar-benar terpaksa (artinya harus dipastikan bagaimana bentuk dan tingkat keterpaksaannya secara riil), mungkin ditolerir pencantuman yang hanya sekedar formalitas saja. Sementara itu secara riil dan faktual harus jelas dan tegas bagi siapa saja, baik bagi Anda berdua, bagi anak itu khususnya sejak ia mulai paham, bagi seluruh keluarga terutama orang tua kandungnya, maupun bagi semua orang, bahwa “anak angkat” Anda berdua itu bukanlah anak Anda berdua melainkan tetap anak bagi kedua orang tua kandungnya.

Selanjutnya hal lain yang harus Anda berdua perhatikan adalah masalah hukum kemahraman dan kewarisan. Dan yang harus diperhatikan adalah jika anak tersebut adalah anak adik Anda dan berjenis kelamin perempuan yang berarti bukan mahram bagi suami Anda. Atau ia adalah anak dari adik suami dan berjenis kelamin laki-laki yang berarti bukan mahram bagi Anda. Yang paling aman dalam ini adalah mengambil anak asuh perempuan diantara anak adik atau saudara suami atau anak asuh laki-laki diantara anak adik atau saudara istri.

Sedangkan dalam hal hukum waris, maka perlu diketahui bahwa anak asuh atau anak angkat tidak termasuk ahli waris bagi orang tua asuh/angkatnya, begitu pula sebaliknya. Namun boleh jika ia menerima hibah, hadiah, wasiat dan semacamnya.

Akhirnya demikianlah jawaban dan penjelasan dari kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya atas keterlambatan balasan ini, semoga masih bermanfaat. Wallahu a’lam, wa Huwal Muwaffiq ilaa aqwamith-thariiq, wal Haadii ilaa sawaa-issabiil.

4 Komentar

Filed under Konsultasi

4 responses to “Hukum Anak Angkat

  1. nn

    saya mau tanya. apabila anak perempuan terlahir di luar nikah, dan ayahnya tidak bertanggung jawab dan pergi. dan sekarang anak perempuan itu sudah besar dan akan menikah. yg jadi masalahnya di akta anak itu atas nama om dan tante dr ibu nya. yg mau ditanyakan “pada saat ijab kabul nanti. anak itu binti siapa?”

  2. lily

    Assalamu’alaikum…
    Saya mau tny tentang apkh hukumnya mengadopsi adik sendiri(seayah lain ibu).ayah saya menduda setelah ibu saya meninggal lalu beberapa tahun kemudian menikah siri di usia 65 tahun dengan seorang janda yg usianya 64 tahun.setelah hampir setahun ternyata ibu tiri saya hamil.saya kaget selama ini sdh bertahun tahun ibu tiri saya sudah menopause tapi masih bisa hamil.saya kasihan dg ayah dan ibu tiri saya yang sudah tua tapi akan punya anak lagi.sedangkn sy sudah hampir 8 tahun menikah blm dkruniai keturunan.niat saya jika anak tersebut lahir(bs dsebut adik saya seayah lain ibu)mau saya adopsi sbg anak angkat.alasan saya lainnya ingin mengadopsi sbg anak angkat jg krn ayah sy menikah siri shg sy khawatir nti dlm pngurusan akta kelahiran adik sy tsb bs sulit,sy jg brpikir drpd sy mengadopsi anak org lain yg kurang jelas asal muasalny.sy bimbang krn sprtiny tidak ada sejarah nabi n tdk prnah sy dngar ada orang mngadopsi adik sndiri.kalau mengadopsi keponakan,sy sering mndengarnya.sdgkn sy jk hrs mngadopsi kponakan sprtiny blm bs krn adik2 sy pun yg telah menikah blm dberi ktrunan jg.terus apakah boleh nanti adik saya itu kl sdh lahir memanggil saya dg sebutan ibu dan memanggil suami saya dg sebutan ayah.itu pertanyaan dari saya,atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.wassalamu’alaikum wrwb..

    Sumber: https://aslibumiayu.net/12341-12341.html

  3. Assallamualikum wr.wb. Saya mau tanya ustad…seandainya saya punya anak angkat dan apabila ada orang bertanya, apakah saya boleh menjawab itu anak saya? Walau pun pengertian anak itu multiarti saya takut orang yg mendengar jawaban itu lansung berasumsi anak itu anak kandung saya apabila saya jawab ada? Apakah saya dosa kalau menjawab itu anak saya ustad? Mohon pencerahannya ustad. Wassalamualaikum wr.wb

  4. Tiwi

    Terima kasih ustad penjelasannya sangat bermanfaat.jazakallah khairan katsiran.

Berbagi Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s