Berdzikir Berarti Hidup

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ”

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permisalan orang yang berdzikir mengingat Rabb-nya dengan orang yang tidak berdzikir mengingat Rabb-nya seperti (perbandingan) orang yang hidup dengan yang mati.” (HR. Al-Bukhari).

Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim mengibaratkan dzikrullah (berdzikir kepada Allah) bagi seorang mukmin adalah seperti nafas bagi makhluk hidup atau layaknya air bagi ikan. Maka seorang muslim atau muslimah yang tidak berdzikir adalah ibarat seseorang yang sudah tidak bernafas atau bagaikan ikan yang dijauhkan dari air, apa jadinya? Tentu saja mati, bukan? Karena memang hidup hakiki dalam konsep Islam adalah ketika seseorang itu senantiasa sambung dan berhubungan dengan Allah melalui dzikir yang banyak dan benar, serta berbagai ketaatan yang lain.

Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda bahwa, hidup yang tidak diisi dengan dzikrullah, adalah hidup yang terlaknat, dengan makna terjauhkan sejauh-jauhnya dari rahmat Allah Ta’ala. Lalu, apa arti hidup jika demikian halnya?

قَال سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ”

(‘Abdullah bin Dhamrah) berkata: aku telah mendengar Abu Hurairah berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat (terjauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah) dan segala isinya pun juga terlaknat, kecuali (yang diisi) dzikir kepada Allah dan apa yang berkaitan dengannya, dan orang yang alim atau orang yang belajar.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad-Darimi).

Ditambah lagi bahwa, hanya dengan dzikrullah-lah secara benar, baik dan konsisten, hati-hati kita akan selalu tenang, tenteram, damai dan stabil. Dan itu merupakan landasan dan modal dasar utama untuk bisa menggapai hidup bahagia dan sejahtera secara hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan berdzikir mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berdzikir mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’d: 28).

Oleh karena itu, Teladan kita Baginda Sayyidina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dulu senantiasa berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi, situasi dan keadaan.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

Dari Aisyah dia berkata, “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berdzikir kepada Allah dalam semua keadaannya.” (HR. Muslim).

PENGERTIAN DZIKRULLAH (DZIKIR KEPADA ALLAH)

Istilah dzikrullah (berdzikir kepada Allah) memiliki dua makna, yang kedua-duanya diperintahkan untuk kita penuhi, yaitu: dzikrullah dengan arti: mengingat Allah, dan yang kedua: dzikrullah dengan makna: menyebut Allah melalui Nama-Nama dan Shifat-Shifat-Nya, serta bukti-bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Dzikrullah dengan arti dan makna pertama bisa semakna dengan istilah muraqabatullah (mengingat, menyadari dan memperhatikan pengawasan Allah), sebagaimana dalam hadits Jibril ’alaihis-salaam:

قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Dia (Jibril as.) bertanya, ‘Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan itu apa? ‘ Beliau (Rasulullah SAW.) pun menjawab: “Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak bisa melihat-Nya, maka (ketahuilah) sesungguhnya Dia melihatmu” (HR. Muslim dari ‘Umar bin Al-Khaththab ra.). Namun arti yang lebih umum digunakan adalah arti kedua, yakni menyebut Nama-Nama Allah melalui tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dan lain-lain, yang di dalamnya juga terkandung makna mengingat Allah.

DZIKIR SEBANYAK-BANYAKNYA

Terdapat banyak sekali perintah dan anjuran agar kita senantiasa berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya dalam segala kondisi dan situasi, dengan kedua arti dan esensi dzikir yang telah disebutkan diatas.

“Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari” (QS. Ali ‘Imraan: 41).

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzaab: 41-42).

“Apabila telah ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah (berdzikirlah) Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (QS. Al-jumu’ah: 10).

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal; (yaitu) orang-orang yang mengingat (berdzikir) Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali ‘Imraan: 190-191).

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar (jujur), laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzaab: 35).

ESENSI SELURUH IBADAH ADALAH DZIKIR

Dzikrullah adalah landasan, motivasi, isi, esensi dan sekaligus tujuan seluruh ibadah. Maka tingkat, kualitas dan juga kwantitas ibadah seseorang sangat ditentukan oleh tingkat, kualitas dan juga kwalitas dzikir dan ingatnya kepada Allah. Lalu shalat seluruhnya adalah dzikir. Puasa Ramadhan dan ibadah haji juga penuh dengan dzikir. Sementara tidak mungkin seseorang bisa menjaga komitmennya dalam menunaikan kewajiban ibadah zakat dan juga seluruh ibadah yang lainnya kecuali jika ia senantiasa ingat Allah dengan baik. Disaat yang sama, seluruh ibadah itu juga merupakan sarana terbaik untuk menggapai tingkat dzikrullah yang lebih tinggi dan lebih baik

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. Maka beribadahlah kepada-Ku, dan dirikanlah shalat untuk mengingat (dzikir kepada) Aku” (QS. Thaahaa: 14).

IBADAH SEGALA SITUASI DAN KONDISI

Salah satu keistimewaan ibadah dzikrullah adalah bahwa, ia merupakan ibadah yang paling mungkin dilaksanakan di segala situasi, kondisi, tempat, waktu, kedaan dan lain-lain, dengan hampir tanpa penghalang atau kendala kecuali dari dalam diri sendiri. Maka maklum jika perintah dan contohnya adalah dzikir sebanyak-banyaknya di segala keadaan. Dan oleh karenanya pula, ibadah dzikrullah juga bisa berfungsi sebagai penutup kekurangan dan pengganti (dari aspek pahala, dan bukan secara hukum) bagi ibadah-ibadah lain yang terlewatkan penunaiannya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ قَالَ: “لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ “

Dari Abdullah Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at-syari’at Islam telah (terasa) banyak bagiku (sehingga aku takut tidak bisa memenuhinya), maka beritahukan kepadaku sesuatu (amalan) yang dapat aku jadikan sebagai pegangan (yang bisa menutup kekurangan-kekuranganku)! Beliau bersabda: “Hendaknya senantiasa lidahmu basah karena berdzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

RINGAN DI LESAN, BERAT DALAM TIMBANGAN

Dzikir tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan lain-lain bernilai pahala sedekah yang sangat tinggi sekali.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:َ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ قَالَ: “أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ” قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَال:َ “أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا”

Dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah menguasai dan mendominasi seluruh pahala. Mereka shalat seperti kami shalat dan puasa seperti kami puasa, namun (selain itu) mereka bisa bersedekah dengan sisa harta mereka (sementara kami tidak bisa)” Maka beliau pun bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara bagi kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah,nahi munkar adalah sedekah, bahkan pada aktivitas hubungan suami istri seorang dari kalian pun terdapat nilai sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang diantara kami menyalurkan nafsu syahwatnya, apakah akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana sekiranya ia melampiaskannya secara haram, bukankah berdosa? Begitupun sebaliknya, bila ia melampiaskannya secara halal, maka tentu iapun akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim).

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: “يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى”

Dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Setiap pagi dari setiap persendian masing-masing kalian harus ada sedekahnya. Dan setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah,  setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, setiap nahi mungkar adalah sedekah, dan semua itu bisa tercukupi dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR.Muslim).

Selanjutnya mari kita perhatikan, renungkan dan cermati betapa tinggi dan istimewanya nilai dzikrullah serta betapa besar dan berlipat-gandanya pahala juga balasannya di sisi Allah. Yakni melalui contoh ayat-ayat dan hadits-hadits berikut ini.

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya  dzikir mengingat Allah (dalam shalat dan lainnya) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-‘Ankabuut: 45).

“Karena itu, ingatlah (berdzikirlah) kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS. Al-Baqarah: 152).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat/menyebut-Ku. Jika ia mengingat/menyebut-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingat/menyebutnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat/menyebut-Ku dalam suatu perkumpulan, maka Aku mengingat/menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka (perkumpulan malaikat). Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ”

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Ada dua kalimat yang ringan di lesan, berat dalam timbangan, dan disukai oleh Allah Dzat Ar- Rahman yaitu: Subhaanallahil-‘adziim dan Subhanallah wabihamdihi.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَأَنْ أَقُولَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ”

Dari Abu Hurairah dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Sesungguhnya membaca dzikir: Subhaanallah, al-hamdu lillah, laa ilaaha illallah, dan Allahu akbar, adalah lebih aku cintai daripada segala sesuatu yang terkena oleh sinar matahari.(bumi seisinya)” (HR. Muslim).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ”

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha ilIallaahu wahdahu, laa syariika lahu lahul mulku wa lahul hamdu wa Huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir’ (Tiada tuhan selain Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia-lah yang memiliki alam semesta dan segala puji hanya bagi-Nya. Allah adalah Maha Kuasa atas segaIa sesuatu) dalam sehari seratus kali, maka orang tersebut akan mendapat pahala sama seperti orang yang memerdekakan sepuluh orang budak, dicatat seratus kebaikan untuknya, dihapus seratus keburukan untuknya. Pada hari itu ia akan terjaga dari godaan syetan sampai sore hari. Dan tidak ada orang lain yang bisa melebihi pahalanya, kecuali orang yang membaca lebih banyak dari itu. Barang siapa membaca Subhaanallaahi wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

فَقَالَ: “يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ فَقُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Hai Abdullah bin Qais, inginkah aku tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan surga? ‘ Saya menjawab; ‘Tentu ya Rasulullah.’ Rasulullah bersabda: ‘Ucapkanlah, Laa haula walaa quwwata illaa billaah’ (Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan AIIah).” (HR. Muttafaq ‘alaih dari Abu Musa Al-Asy’ari).

DZIKIR HATI DAN LESAN SEKALIGUS

Inti, dasar dan landasan dzikir adalah dzikir hati. Jika hati telah berdzikir (syaratnya dengan benar), maka seluruh anggota yang lainpun akan berdzikir: lesan (mulut), mata, telinga, tangan, kaki, pikiran, dan seterusnya. Dan yang dimaksud dzikir hati adalah dzikir dengan arti mengingat (muraqabah) Allah. Sedangkan dzikir dengan arti menyebut Asma&Shifat Allah, maka kaidah dan tuntunan sempurnanya adalah dengan pengucapan lesan, tentu juga harus berlandaskan dzikir hati. Tapi yang jelas dzikrullah dengan arti menyebut Nama Allah sebagai sebuah amal ibadah khusus dengan segala keutamaan dan keistimewaannya, tidaklah cukup dilakukan dengan hati saja (dengan kata lain di-batin saja), tapi harus dengan pengucapan lesan. Kecuali sebagai sebuah pengecualian dalam kondisi-kondisi khusus saja.  Maka sangat tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa puncak dzikrullah (dengan arti menyebut Nama Allah), adalah ketika yang “menyebut” itu hanya tinggal hati saja, seiring dan sebanyak tarikan nafas dan detakan jantung. Serta ketika sudah tidak ada lagi keterlibatan pengucapan lesan (?!). Pendapat ini sama sekali tidak bisa dibenarkan, karena justru kebalikan dan bertentangan dengan petuntuk Al-Qur’an dan tuntunan serta contoh sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimana kaidahnya justru dzikir yang sempurna itu adalah yang menggabungkan dzikir (ingatan dan kesadaran) hati dan dzikir (penyebutan dan pengucapan) lesan!

قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ ….. أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ”.

(‘Amir) berkata; aku mendengar An-Nu’man bin Basyir berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas….. Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah seluruh (bagian) tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusak pulalah seluruh (bagian) tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ….. قَالَ: “لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ “

Dari Abdullah Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; wahai Rasulullah,….. maka beliau bersabda: “Hendaknya senantiasa lidahmu basah karena berdzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Tinggalkan komentar

Filed under Dzikir dan Keajaibannya

Berbagi Komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s